WHAT'S NEW?
Loading...

Makalah Korupsi



MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

KORUPSI


 
Disusun oleh :islahudin




KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita. Pertama-tama,  kami mengucapkan terima kasih atas perhatian saudara yang mana telah berniat ingin mendengarkan dan menyimak dari hasil Makalah kami mengenai “KORUPSI”.
Makalah ini yang berisikan pembahasan tentang pengertian koruptor, akibat yang ditimbulkan dalam tindakan korupsi, lembaga pemberantasan korupsi dan tindakan korupsi di Indonesia.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik/saran sangan diharapkan untuk dapat terus menyempurnakan isi makalah kami ini.
Akhir kata, penulis berharap makalah  ini dapat memberrikan manfaat.
                                                Pekanbaru, 20 November 2012
                                                                             Wassalam,

             Penulis



BAB I

PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Akhir-akhir ini kita banyak mendengar istilah korupsi yang selalu di beritakan di hampir seluruh media masa dan juga media elektronik. Korupsi secara garis besarnya merupakan sebuah tindakan penyelewengan yang dapat merugikan orang lain, organisasi dan bahkan sebuah Negara sekalipun.
         Namun dizaman sekarang ini banyak terjadi tindakan korupsi tersebut telah terjadi dimana-mana, baik itu di dalam sebuah organisasi, institusi, pemerintahan dan masih banyak lagi. Namun kita sebagai warga negara khususnya kurang menyadari tentang hal itu, hal ini sangat mengkhawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi, maka korupsi akan dapat merusak dan menghancurkan institusi atau organisaai tersebut.

Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;
  1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.
  2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini.
1.2    Tujuan Penulisan
            Tujuan penulis membuat makalah ini adalah penulis berharap agar para pembaca bisa paham dan mengerti tentang korupsi yang merupakan tindakan yang tidak terpuji serta dapat merugikan sebuah Negara. 




BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pengertian Korupsi

A.   Pengertian Korupsi Secara Umum

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur- unsur sebagai berikut:
a)      perbuatan melawan hukum;
b)      penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
c)      memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
d)     merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
1.      memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
2.      penggelapan dalam jabatan;
3.      pemerasan dalam jabatan;
4.      ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
5.      menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan.

B.    Pengertian Korupsi Secara Hukum
Merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuanperaturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada pembuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas atau kepentingan pribadi atau golongan.
Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)

a.       Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.
b.      Kolusi ialah perbuatan yang jujur, misalnya memberikan pelican agar kerjamereka lancar, namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
c.       Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.

Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi. Dibawah ini ada beberapa kondisi yang mendukung munculnya tindakan korupsi, yaitu:
1)      Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2)      Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
3)      Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4)      Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5)      Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
6)      Lemahnya ketertiban hukum.
7)      Lemahnya profesi hukum.
8)      Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9)      Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
10)  Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
11)  Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.



C.     Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari

-     Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Hal yang demikian ini merupakan contoh koupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Mereka lebiah baik menjual sawah, lading, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya biasa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang  yang masih berpaham primitiflah yang mau melakukan hal smacam itu. Sangat merugikjan sekali bagi oramg lain dan dirinya sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendri.

D.    Dampak Negative Dari Tindakan Korupsi

1.      Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan egislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.      Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas Pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan  investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.

Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

3.      Kesejahteraan umum Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

E.      Akibat Dari Korupsi

1.      Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.
2.      Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.
3.      Menurunya pendapatan Negara.
4.      Hukum tidak lagi dihormati.

F.     Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

a.       Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

            Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sam  dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan. Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):       Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru,  Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss Menurut survei persepsi korupsi.
        Tigabelas negara yang paling korup adalah (disusun menurut abjad): Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada).
b.      Tuduhan korupsi sebagai alat politik

            Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

G.    Mengukur Korupsi
                                               
Mengukur korupsi – dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.




2.2           . Korupsi Di Indonesia

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.

A.    Pemberantasan korupsi di Indonesia
                                 
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dibagi dalam 3 periode, yaitu pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.

1. Orde Lama
Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960 Antara 1951 – 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia.

Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI. Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya. Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad.


2. Orde Baru
Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971 Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.

3. Reformasi
Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001. Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
a)      Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)
b)      KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
c)      Kepolisian
d)     Kejaksaan
e)      BPKP
f)       Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa (mis: ICW)

B.      Komisi pemberantasan korupsi
        
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketua KPK adalah Antasari Azhar (Non Aktif),Saat ini KPK dipimpin secara kolektif.

Era Kepemimpinan KPK :
1.      KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)

Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah “good and clean governance” (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.

Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh “island of integrity” (daerah contoh yang bebas korupsi). Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan “memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas”. Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%). Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu “Barometer Korupsi Global”, menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33).

Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik. Maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu “corruption by needs” (korupsi karena kebutuhan), “corruption by greeds” (korupsi karena keserakahan) atau “corruption by opportunities” (korupsi karena kesempatan). Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis. Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK.

2.      KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)

Dimasa kepemimpinan Antasari Azhar telah banyak kasus-kasus besar korupsi terungkap terbukti banyak para pejabat pemerintah yang dipenjarakan karena kasus korupsi, hal ini terjadi karena kerjasama yang erat antara lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia. Namun perjalanan panjang pemberantasan korupsi kepemimpinan Antasari Azhar terhambat akibat sejumlah sekenario pelemahan KPK yang membuat Antasari Azhar di non aktifkan dari jabatannya.

3.      Tumpak Hatorangan Panggabean (Plt Ketua)

Mantan Pimpinan KPK Jilid I periode 2003-2007 ini Lahir di Sanggau, Kalimantan Barat, pada 29 Juli 1943, dan menamatkan pendidikan di bidang hukum pada Universitas Tanjungpura Pontianak. Seusai menamatkan bangku kuliah, bapak tiga anak ini memilih langsung untuk mengabdi kepada negara dengan berkarier di Kejaksaan Agung pada1973. Karier di kejaksaan meliputi Kajari Pangkalan Bun (1991-1993), Asintel Kejati Sulteng (1993-1994), Kajari Dili (1994-1995), Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik Pada JAM Intelijen (1996-1997), Asintel Kejati DKI Jakarta (1997-1998), Wakajati Maluku (1998-1999), Kajati Maluku (1999-2000), Kajati Sulawesi Selatan (2000-2001), dan SESJAMPIDSUS (2001–2003). Sosok pekerja keras ini pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karua Satya XX Tahun 1997 dan Satya Lencana Karya Satya XXX 2003, kemudian diusulkan oleh Jaksa Agung RI untuk bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2003. Setelah memimpin KPK periode pertama, pada 2008 Tumpak diangkat sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Pesero) berdasarkan Keputusan Meneg BUMN, sebelumnya akhirnya dipilih oleh presiden untuk menduduki posisi pejabat sementara (Plt) pimpinan KPK bersama Waluyo dan Mas Achmad Santosa.


2.3. Penjatuhan Pidana Terhadap Koruptor

Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi.

a.     Pidana mati
Dapat dipidanakan mati kepada orang yang melawan hukum  atau merugikan Negara ( perekonomian).
b.    Pidana penjara
Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.

c.     Pidana tambahan
Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.










BAB III
 PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
Dari pembahasan seputar korupsi, dapat diberi kesimpulan yaitu;
1.      Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri
2.      Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran
3.      Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.

         Tindakan korupsi akan menjadi momok yang sangat menakutkan bagi negeri yang penegak hukmnya bisa diperjualbelikan. Banyak dapmak negatif yang akan ditimbulkan oleh tindakan korupsi yang akan merugikan negara, yaitu:
1.      Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.
2.      Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.
3.      Menurunya pendapatan Negara.
4.      Hukum tidak lagi dihormati.

3.2.   Saran

         Seharusnya para para lembaga penegak hokum serta lembaga pemberantasan korupsi harus saling bekerjasama dan saling berkontribusi untuk memberantas korupsi. Karena korupsi merupakan tindakan yng akan merugikan Negara ini, padahal masih banyak rakyat yang ada dinegeri ini yang ekonominya masih dibawah rata-rata.





DAFTAR PUSTAKA


0 comments:

Post a Comment